(Surat Terbuka Dari Istri yang Dicinta)
Oleh: Ust. Abu Ammar al-Ghoyami
Kuuntai kalimatku dengan goresan pena ini, untukmu, Suamiku yang kucinta, semoga engkau lebih berbahagia.
Membaca suratmu, wahai Suamiku, menjadikan aku ingat masa lalu. Aku merasakan makna kalimat-kalimatmu sebagaimana telah aku rasakan tatkala engkau sampaikan kalimat-kalimat itu saat kita baru memulai hidup bersama dahulu. Kini, setelah semua berlalu, dan setelah aku hampir terlupa akan kalimat-kalimat itu, engkau goreskan kalimat itu untuk kedua kalinya. Kusampaikan jazakallohu khoiron, Suamiku, atas kebaikanmu, dan atas perhatianmu kepadaku, Istrimu...
Suamiku yang kucinta. Mungkin engkau telah begitu sering mendengar kata-kata permintaanku. Namun, aku berharap engkau takkan jemu menanggapinya. Saat ini pun, aku katakan padamu, wahai Suamiku, bantulah aku menjadi sebaik-baik perhiasan duniamu. Bantulah aku menjadi salah satu dari keempat kebahagiaan hidupmu. Bila engkau memintaku agar aku membantumu untuk memperbaiki akhlak dan pergaulanmu kepadaku, maka lebih dari itu, aku begitu berharap engkaulah orang yang akan mengantarkanku ke taman akhlak yang mulia bersamamu.
Suamiku, jika engkau bersungguh-sungguh mengatakan kepadaku apa yang engkau goreskan itu, maka lebih dari itu, aku pun berharap engkau lebih bersungguh-sungguh membimbingku, mengayomiku dan menyertakanku dalam seluruh kebaikanmu. Aku ingat nasihat emas Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, meski itu lebih tepat disebut peringatan, peringatan bagiku sebagai seorang istri, yang tentunya perlu engkau tahu, meski aku kira engkau pun telah mengetahuinya. Aku ingat saat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan seorang wanita sebagai istri sepertiku dengan sabdanya shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Maka perhatikanlah, wahai si istri, bagaimana kalian mempergauli suamimu. Sesungguhnya ia adalah surga atau nerakamu.”[1]
Begitu jelasnya makna nasihat beliau itu, dan begitu tegasnya pernyataan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan goresan pena kita ini, semoga engkau tahu, wahai Suamiku, bahwa aku begitu sangat berharap surga dan tidak ingin terjebak ke neraka sementara aku punya engkau, Suamiku. Aku tahu engkau berarti surga, juga berarti neraka bagiku. Namun, aku berharap engkau mau mengerti bahwa aku tidak menginginkan neraka. Engkau pun pasti juga begitu. Maka bantulah aku, Suamiku.
Suamiku, tentunya engkau tahu, bahwa jalan menuju surga tidaklah mudah. Namun, aku berharap jalan itu akan dipermudah bagiku. Aku berharap jalan surgaku akan dengan mudah kutelusuri bersamaan dengan tetap adanya aku di sisimu. Apakah engkau paham maksudku, Suamiku? Aku hanya ingin mengatakan satu pintaku, buatlah aku mampu melakukan apa pun yang membuatmu ridho kepadaku, sebab dengan begitu Alloh pun akan meridhoiku. Sebaliknya, belokkanlah langkahku bila aku melakukan sesuatu yang membuat Alloh memurkaiku sehingga engkau pun murka kepadaku. Karena kau tahu aku begitu lemah untuk bisa menunaikan seluruh hak-hakmu. Bahkan tiada mungkin aku menunaikan seluruhnya sebab begitu tak ternilainya hak-hakmu. Bukankah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan:
حَقُّ الزَّوْجِ عَلَى زَوْجَتِهِ أَنَّ لَوْ كَانَتْ بِهِ قُرْحَةٌ فَلَحِسَتْهَا مَا أَدَّتْ حَقَّهُ
“Hak seorang suami yang harus ditunaikan oleh istri itu (nilainya begitu besar), sehingga seandainya suami terluka bernanah di badannya, lalu istrinya menjilatinya pun belum dinilai ia telah menunaikan haknya.”[2]
Rasanya, sangatlah berat bagiku meraih surga itu. Mengingat betapa untuk menunaikan hak-hakmu saja begitu berat bebannya kurasa. Maka, aku hanya ingin engkau menunaikan sebagian saja dari hak-hakku agar aku bisa menunaikan hak-hakmu dengan seimbang. Semoga engkau mengerti ini, dan semoga engkau sudi menerimanya, Istrimu yang lemah ini. Karena aku tahu, seperti engkau juga telah tahu, bahwa Alloh azza wajalla tidak mewajibkan kepadamu selain sebagian hak-hakku semata. Bukan seluruh hak-hakku harus engkau tunaikan, sehingga betapa akan semakin berat kiranya aku menunaikan hak-hakmu.
Suamiku, sejujurnya aku katakan, bahwa kebahagiaan rumahku adalah tanggung jawabku. Menyambutmu dengan senyuman adalah rutinitas keseharianku. Ketenanganmu begitu membahagiakanku. Aku sangat suka kesuksesanmu meski hanya dengan sedikit bantuanku. Saat kutahu apa maumu, begitu ringan hidupku. Semuanya kulakukan karena aku merasa seandainya aku tidak melakukannya, hak-hakmu yang mana lagi kiranya yang kuasa kutunaikan. Maka pintaku, bantulah aku, Suamiku.
Suamiku, aku tahu, sebagaimana engkau pun tahu, sholat adalah sebuah kunci surga bagiku. Maka bantulah aku, Suamiku, sebagaimana aku biasa membantumu untuk bisa bersama-sama menunaikannya dengan baik dan diterima oleh-Nya azza wajalla.
Aku pun tahu, sebagaimana engkau juga tahu, puasa Romadhon adalah satu kunci surga yang lain bagiku. Maka bantulah aku, Suamiku, sebagaimana aku biasa membantumu untuk bisa bersama-sama menunaikannya dengan baik, dan semoga ibadah kita diterima oleh-Nya subhanahu wata’ala.
Aku tahu sebagaimana engkau juga tahu, bahwa ragaku ini, diriku ini hanya halal buatmu seorang, Suamiku. Maka pintaku, berilah aku sesuatu yang halal yang bisa kunikmati sebagai nafkah lahir dan batinku. Bantulah aku berlaku pintar menunaikan hakmu, sebagaimana aku akan berusaha menjadikanmu pandai berbaik-baik kepadaku. Dengan begitu, aku berharap agar kita berkesempatan bersama menggapai ridho-Nya azza wajalla.
Aku juga tahu, sebagaimana engkau juga telah tahu, bahwa menaati perintah dan ajakanmu melakukan apa pun yang Alloh ridhoi adalah salah satu kunci surga yang lain bagiku. Maka pintaku, bila aku tidak kuasa melakukannya, janganlah engkau murkai kekuranganku, tapi perintahlah aku dengan sesuatu yang lain yang aku kuasa melakukannya. Dan bila aku telah kuasa melakukan apa yang engkau perintahkan, dan aku telah memenuhi ajakanmu, jangan lupakan Dzat Yang Maha Kuasa azza wajalla di atas sana. Bersyukurlah kepada-Nya sebelum kau ucapkan kata terima kasihmu padaku. Dengan begitu, aku berharap ridho-Nya dan juga ridhomu. Karena aku berharap surga-Nya. Semoga engkau memahami ini, Suamiku.
Seandainya ada tinta emas dalam pena kita ini, tentu aku akan tuliskan sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam ini sebagai syi’ar yang lebih berarti bagiku, dan semoga akan selalu kita baca dan kita tunaikan bersama. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang istri telah baik sholat lima waktunya, telah baik puasa (romadhonnya), telah baik dalam menjaga farjinya, telah baik ketaatannya kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: “Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana pun yang kau suka.”[3]
Suamiku, jujur aku katakan, bukan aku belum pernah mendapati bantuanmu. Bukan. Bukan aku belum pernah mendapati engkau penuhi pintaku. Bukan. Namun aku bersyukur kepada Alloh azza wajalla, selanjutnya kepadamu, atas semua yang telah engkau berikan sebagai kemudahan bagiku menuju ridho-Nya dan ridhomu. Aku hanya berharap menjadi istrimu yang akan menyenangkanmu di dunia juga di akhiratmu. Bantulah aku, semoga Alloh memberkahi kehidupan rumah tangga kita.
Dari yang mencintaimu, Istrimu…
[1] HR. Ahmad 4/341 dan 6/419, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohihul Jami’1509 dan ash-Shohihah 6/220.
[2] HR. Hakim dalam al-Mustadrok 2717, dan beliau mengatakan hadits ini sanadnya shohih, dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohihul Jami’ 3148.
[3] HR. Ahmad 1573. dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohihul Jami’ 660
Tidak ada komentar:
Posting Komentar