♥ Bismillah...."Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)," Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) dg ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu. "(HR. Ath-Thabrani)

Minggu, 20 Februari 2011

♥ Do'a Ucapan Selamat Bagi orang yang baru mendapatkan Buah Hati, Benarkah Shohih? ♥

Dalam kitab Hisnul Muslim terdapat sebuah do’atahni’ah (ucapan selamat) kepada orang yang dikaruniai anak beserta balasannya, do’atahni’ah tersebut berbunyi:
بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ. وَيَرُدُّ عَلَيْهِ الْمُهَنَّأُ فَيَقُوْلُ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ، وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا، وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ، وَأَجْزَلَ ثَوَابَكَ.
Semoga Allah memberkahimu dalam anak yang diberikan kepadamu. Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dan dia dapat mencapai dewasa, serta kamu dikaruniai kebaikannya.” Sedang orang yang diberi ucapan selamat membalas dengan mengucapkan: “Semoga Allah juga memberkahmu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu. Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan, mengaruniakan kepadamu sepertinya dan melipatgandakan pahalamu.” [Lihat Al-Adzkar karya al-Imam An-Nawawi hal. 349 dan Shahih Al-Adzkar lin Nawawi oleh asy-Syaikh Salim Al-Hilali (2/713)]

Namun ketahuilah bahwa lafadz ini bukan dari Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, yakni riwayatnya tidak marfu’ atau tidak disandarkan kepada Rosululloh. Akan tetapi al-Imam an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar menyandarkan lafadz do’a ini kepada al-Husain rodhiyallohu anhu, dan penyandaran atsar ini kepada al-Husain serta keshohihannya pun dipertanyakan. Berikut ini kami nukilkan sual-jawab bersama asy-Syaikh DR. ‘Ali Ridho hafidzohulloh dan kami tambahkan catatan kaki yang mudah-mudahan bisa menambah faidah.
***
Oleh : Syaikh Ali Ridho bin Abdillah hafidzohulloh
Pertanyaan :
Terdapat do’a bagi orang yang diberi rizki berupa kelahiran anak : “Barokallohu laka fil mauhub wa syakartal Wahib….”, dan mungkin do’a ini ada di kitab al-Adzkar oleh an-Nawawi dan penulis Hisnul Muslim membawakannya dan mengisyaratkan hasannya do’a ini yang merupakan nukilan dari kitab Shohih al-Adzkar oleh Salim al-Hilali. Beril tahu kami, semoga Alloh membalasmu.

Jawaban (oleh asy-Syaikh ‘Ali Ridho bin Abdillah [1]) :
Aku tidak mengetahui pada perkataan ini asal yang shohih dari Nabi ‘alaihish sholaatu wa salaam, bahkan tidak diragukan bahwa perkataan ini termasuk yang tidak memiliki asal yang marfu’. Akan tetapi an-Nawawi telah membawakannya dalam al-Adzkar dari perkataan al-Hasan bin Ali [2] dengan tanpa sanad. Kemudian aku menemukan sanadnya pada Ibnu Asakir [3] sebagaimana dalam al-Futuhaat ar-Robbaniyyah oleh Ibnu ‘Allan 6/108-109, akan tetapi (riwayatnya) dari al-Hasan al-Bashri dari riwayat Kultsum bin Jausyan, ia berkata : datang seseorang …. Lalu ia menyebutkan riwayat tersebut. Akan tetapi Kultsum bin Jausyan dho’if sebagaimana dalam at-Taqrib [4], bahkan Ibnu Hibban menuduhnya dengan riwayat-riwayatmaudhu’! padahal sebelumnya ia mentsiqohkannya!!

Adapun yang tsabit adalah riwayat ath-Thobaroni dalam ad-Du’a no. 949 [5] dengan sanad hasan dari al-Hasan (!) al-Bashri, akan tetapi dengan lafadz :
جعله مباركاً عليك وعلى أمة محمد صلى الله عليه وآله وسلم
“Ja’alahu mubarokan ‘alaika wa ‘ala ummati Muhammad Shollallohu alaihi wa aalihi wa sallam.” [semoga (Alloh) menjadikannya barokah bagimu dan bagi ummat Muhammad Shollallohu alaihi wa sallam]

Kemudian pada lafadz al-Hasan bin Ali : “al-Wahib” yakni Alloh ta’ala, padahal nama ini tidak termasuk al-Asma’ul Husna.
***
[Diterjemahkan dari http://www.albaidha.net/. Catatan kaki oleh Abu SHilah]
***

جاء في الدعاء لمن رزق بمولود (بارك الله لك في الموهوب وشكرت الواهب ……………) وأظنه في كتاب الأذكار للنووي وقد أورده صاحب كتاب حصن المسلم وأشار إلى تحسينه وذلك نقلا من كتاب صحيح الأذكار لسليم الهلالي . أفيدونا مأجورين

لا أعلم لهذا القول أصلاً صحيحاً عن النبي عليه الصلاة والسلام ؛ بل لا شك في أنه مما لا أصل له مرفوعاً 0
لكن قد أورده النووي في الأذكار من قول الحسن بن علي دون سند ؛ ثم وقفت على سنده عند ابن عساكر كما في ( الفتوحات الربانية ) لابن علان 6 / 108 – 109 لكن عن الحسن البصري من رواية كلثوم بن جوشن قال : جاء رجل 000 فذكره لكن كلثوم بن جوشن : ضعيف كما في التقريب ؛ بل اتهمه ابن حبان برواية الموضوعات ! ووثقه قبل ذلك !!
أما الثابت فهو رواية الطبراني في ( الدعاء ) برقم 949 بإسناد حسن عن الحسن (!) البصري ، ولكن بلفظ : ( جعله مباركاً عليك وعلى أمة محمد صلى الله عليه وآله وسلم )
ثم في لفظ الحسن بن علي : ( الواهب ) يعني الله تعالى ؛ وليس ذلك من الأسماء الحسنى

***
Catatan kaki :
[1] Beliau adalah salah seorang murid asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’irohimahulloh dan musyrif ‘aam forum http://www.albaidha.net/. Biografi asy-Syaikh ‘Ali Ridho bisa dilihat di http://www.albaidha.net/ atau di http://www.al-barq.net/ bagianMuntada at-Tarojim wal Jarh wat Ta’dil.

[2] Dalam al-Adzkar oleh an-Nawawi (baik dalam al-Adzkar versi al-Maktabah asy-Syamilah v.1 & v.2 maupun versi cetaknya) yang dibawakan adalah perkataan al-Husain rodhiyallohu anhu dan bukan perkataan al-Hasan bin Ali rodhiyallohu anhu. An-Nawawi berkata dalam al-Adzkar :
بابُ استحباب التهنئة وجواب المُهَنَّأ. يُستحبّ تهنئة المولود له قال أصحابنا : ويُستحبّ أن يُهَنَّأ بما جاءَ عن الحسين رضي اللّه عنه أنه علَّم إنساناً التهنئة فقال : قل : باركَ اللّه لكَ في الموهوب لك وشكرتَ الواهبَ وبلغَ أشدَّه ورُزقت برّه . ويُسْتَحَبُّ أن يردّ على المُهنىء فيقول : باركَ اللّه لك وبارَك عليك وجزاكَ اللّه خيراً ورزقك اللّه مثلَه أو أجزلَ اللّه ثوابَك ونحو هذا
Bab “Disukai tahni’ah dan jawaban orang yang mendapat tahni’ah“. Disukai tahni’ahkepada orang yang dikaruniai kelahiran anak, berkata para shohabat kami (yakni ‘ulama dari kalangan Syafi’iyyah, pent) : disukai untuk ber-tahni’ah dengan atsar yang datang dari al-Husain rodhiyallohu anhu bahwa ia mengajarkan tahni’ah kepada seseorang, ia berkata : “katakanlah : ‘Baarokallohu laka fil mauhuubi laka wa sayakartal Waahib wa balagho asyuddahu wa ruziqta birrohu’.” Dan disukai menjawab orang yang mengucapkan tahni’ah tadi dengan berkata : Baarokallohu laka wa baaroka ‘alaika wa jazaakallohu khoiron wa rozaqokallohu mitslahu aw ajzalallohu tsawaabak.” Dan yang semisal itu. -selesai nukilan-

Dari sini dapat diketahui bahwa al-Imam an-Nawawi hanya menyandarkan penukilan lafadz tahni’ah ini kepada para ‘ulama syafi’iyyah dengan perkataannya ”قال أصحابنا” (berkata para shohabat kami), begitu pula asy-Syaikh Sa’id al-Qohthoni dalam Hisnul Muslim hanya menyandarkan lafadz ini kepada kitab al-Adzkar, dan keduanya tidak menyandarkan penukilan lafadz ini dari kitab hadits/atsar tertentu yang memiliki sanad dalam penukilannya.
Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (Juz 11 dalam Masa-il wal Fushul fil ‘Aqiqoh) juga membawakan lafadz tahni’ah ini dengan sedikit perbedaan lafadz dari al-Hasan :
بورك في الموهوب وشكرت الواهب وبلغ أشده ورزقت بره
Buurika fil Mauhub wa syakartal Wahib wa balagho asyuddahu wa ruziqta birrohu.”
Tapi di sana tidak dijelaskan al-Hasan yang mana, apakah al-Hasan bin Ali atau al-Hasan al-Bashri? Tapi jika dilihat dari perowi yang meriwayatkan dari al-Hasan -sebagaimana akan kami bawakan sanad atsar ini dari beberapa riwayat-, dapat diketahui bahwa al-Hasan yang dimaksud adalah al-Hasan al-Bashri, Wallohu A’lam.

Atsar yang dibawakan Ibnu Qudamah tersebut diriwayatkan oleh Ali bin al-Ja’d dalammusnad-nya (1/488):
حدثنا علي ، أخبرني الهيثم بن جماز قال : قال رجل عند الحسن : يهنيك الفارس ، فقال الحسن وما يهنيك الفارس ؟ لعله أن يكون بقارا أو حمارا ، ولكن قل : « شكرت الواهب ، وبورك لك في الموهوب ، وبلغ أشده ، ورزقت بره » حدثني عباس قال : سمعت يحيى يقول : الهيثم بن جماز ضعيف
Haddatsana ‘Ali, akhbaroni al-Haitsam bin Jammaz, ia berkata: seseorang berkata di sisi al-Hasan : “yahnikal faris“, maka al-Hasan berkata : apa itu “yahnikal faris“? mungkin saja ia (bayi tersebut, pent) nanti jadi penggembala sapi atau penggembala keledai, akan tetapi ucapkanlah : Syakartal Wahib wa burika laka fil mauhub wa balagho asyuddahu wa ruziqta birrohu.” (Ali bin al-Ja’d berkata) Haddatsani ‘Abbas, ia berkata : aku mendengar Yahya (bin Ma’in, pent) : al-Haitsam bin Jammaz dho’if.

Dan al-Haitsam bin Jammaz didho’ifkan pula oleh para ‘ulama yang lainnya, kami ringkaskan: Ibnu Ma’in berkata : “dulu ia adalah qodhi di bashroh, dho’if” dan ia juga berkata : “laisa bi dzaak“, Ahmad berkata : “turika haditsuhu“, an-Nasa’i berkata : “matrukul hadiits“, Abu Hatim berkata : “Dho’iful Hadits Munkarul Hadits“, Abu Zur’ah berkata : “dho’if“. lihat : Lisanul Mizan (6/204), al-Jarh wat Ta’dil (9/81), al-Kamil fid Dhu’afa (7/101), dll. Sehingga sanad ini dho’if.

Dan dalam riwayat Ibnu Abid Dunya dalam al-’Iyal (1/365) :
حدثنا علي بن الجعد ، أخبرني الهيثم بن حماد ، قال : قال رجل عند الحسن لآخر : ليهنك الفارس فقال الحسن : « لعله لا يكون فارسا لعله يكون بقالا أو جمالا ، ولكن قل : شكرت الواهب وبورك لك في الموهوب ، وبلغ أشده ورزقت بره »
Haddatsana Ali bin al-Ja’d, akhbaroni al-Haitsam bin Hammad, ia berkata : seseorang berkata di sisi al-Hasan : “yahnikal faris“, maka al-Hasan berkata : apa itu “yahnikal faris“? mungkin saja ia (bayi tersebut, pent) nanti tidak menjadi faris(penunggang kuda), mungkin saja ia nanti jadi tukang sayur atau penggembala unta, akan tetapi ucapkanlah : Syakartal Wahib wa burika laka fil mauhub wa balagho asyuddahu wa ruziqta birrohu.”
Rowi yang bernama al-Haitsam bin Hammad ini tidak dikenal dan yang dhohir ia adalah al-Haitsam bin Jammaz, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam adz-Dzahabi dalam Lisanul Mizan (6/205) dan juga dilihat dari riwayat Ibnu Abid Dunya yang berasal ‘Ali bin al-Ja’d. Jika dibandingkan dengan riwayat ‘Ali bin Ja’d dalam musnadnya, kemungkinan terdapat salah tulis (tash-hif) dalam riwayat Ibnu Abid Dunya. Wal hasil, sanad riwayat Ibnu Abid Dunya ini juga dho’if.

Dan al-Imam Ibnul Qoyyim dalam Tuhfatul Maudud (hal. 69) membawakan perkataan Abu Bakar Ibnul Mundzir dalam al-Ausath :
روينا عن الحسن البصري أن رجلا جاء إليه وعنده رجل قد ولد له غلام فقال له يهنك الفارس فقال له الحسن ما يدريك فارس هو أو حمار قال فكيف نقول قال قل بورك لك في الموهوب وشكرت الواهب وبلغ رشده ورزقت بره والله اعلم
Kami telah meriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri bahwa ada seseorang datang kepadanya dan di sisinya ada seorang laki-laki yang dikaruniani kelahiran anak laki-laki, maka orang itu berkata : “yahnikal faris“, maka al-Hasan berkata kepadanya : “darimana engkau tahu (ia akan menjadi) faris (penunggang kuda) atau penggembala keledai?” orang itu berkata : “maka bagaimana yang kami ucapkan?” al-Hasan berkata: “Burika laka fil mauhub wa syakartal Wahib wa balagho rusydahu wa ruziqta birrohu, Wallohu A’lam.”

Namun kami tidak menemukan riwayat ini dalam al-Ausath Ibnul Mundzir (yakni versi al-Maktabah asy-Syamilah), lebih baik dirujuk ke kitab aslinya (versi cetak). Seandainyapun riwayat ini ada dalam al-Ausath, maka perlu diperiksa lagi sanadnya.
Kemudian terdapat pula jalan lain yang diriwayatkan Ibnu Qutaibah ad-Dainuri dalam kitabnya ‘Uyunul Akhbar (1/303):
حدّثني زيد بن أخزم قال: حدّثنا أبو قتيبة قال: حدّثنا ميمون ” قال ” حدّثنا أبو عبد اللّه النّاجي قال: كنت عند الحسن، فقال رجل: ليهنئك الفارس. فقال: لعله يكون بغّالا، ولكن قل: شكرت الواهب، وبورك لك في الموهوب، وبلغ أشدّه، ورزقت برّه.
Haddatsani Zaid bin Akhzam, ia berkata : haddatsana Abu Qutaibah, ia berkata :haddatsana Maimun, ia berkata : haddatsana Abu Abdillah an-Naji, ia berkata : “Aku berada di sisi al-Hasan, lalu seseorang berkata : ‘liyahniakal faris’. Maka Al-Hasan berkata : “mungkin saja ia nanti jadi pemilik bighol (peranakan kuda dan keledai, pent), akan tetapi ucapkanlah : ’syakartal Wahib wa buurika laka fil mauhub wa balagho rusydahu wa ruziqta birrohu’.”

Tentang derajat sanadnya, kami telah bertanya kepada asy-Syaikh ‘Ali Ridho dalam forum http://www.albaidha.net/ dengan judul thread ((طريق آخر في التهنئة لمن رزق بمولود في (عيون الأخبار) لإبن قتيبة الدينوري, صحيح أم لا؟)), beliau menjawab :
أبو عبد الله الناجي هذا مجهول ؛ أورده ابن أبي حاتم ولم يذكر فيه جرحاً ولا تعديلاً:
سعيد بن بريد أبو عبد الله الناجي الزاهد روى عن روى عنه احمد بن أبى الحواري. الجرح والتعديل ج4:ص8
“Abu Abdillah an-Naji ini majhul. Ibnu Abi Hatim membawakan biografinya dan beliau tidak menyebutkan di sana jarh dan tidak pula ta’dil : Sa’id bin Barid Abu Abdillah an-Naji az-Zahid, meriwayatkan dari [*] meriwayatkan darinya Ahmad bin Abil Hawari. Al-Jarh wat Ta’dil juz 4 hal 8.” -selesai nukilan-

———————————-
[*] Demikian yang tertulis dalam al-Jarh wat Ta’dil (4/8), kemungkinan ada kata-kata yang hilang atau tidak terbaca dalam manuskripnya.
———————————-

Wallohu A’lam. Seandainyapun riwayat ini shohih, maka perkataan tabi’in (dalam hal ini al-Hasan al-Bashri) tidak bisa dijadikan dalil untuk men-sunnah-kan lafadztahni’ah ini.
Kemudian ada lagi riwayat tentang lafadz tahni’ah, kali ini dari Ali bin Abi Tholibrodhiyallohu anhu yang terdapat dalam kitab Wafiyaatul A’yaan karya Ibnu Kholkan (3/274), kitab Muroaatul Janan wa ‘Ibrotul Yaqdzon fi Ma’rifati Hawaditsiz Zaman(1/113) dan kitab Akhbar ad-Daulah al-’Abbasiyyah (1/134), ketiga penulis kitab tersebut menisbatkan riwayat ini kepada kitab al-Kamil oleh al-Mubarrid (W. 280 H). Setelah kami cek pada kitab al-Kamil karya al-Mubarrid (2/756) riwayat tersebut memang ada, namun tidak ada sanadnyaWallohu A’lam. Berikut ini kami nukilkan riwayat tersebut dari al-Kamil:
يروى عن علي بن أبي طالب رحمةُ الله عليه أنه افتقد عبد الله بن العباس رحمه الله في وقت صلاة الظهرن فقال لأصحابه: ما بال أبي العباس لم يحضر؟ فقالوا: ولدَ له مولود، فلما صلى علي رحمه الله قال: امضوا بنا إليه، فأتاه فهنأه، فقال: شكرت الواهب، وبورك لك في الموهوب، ما سميته؟ قال: أو يجوز لي أن أسميه حتى تسميه! فأمر به فأخرج إليه، فأخذه وحنكه ودعا له، ثم رده إليه، وقال: خذه إليك أبا الأملاك، قد سميته علياً، وكنيته أبا الحسن، فلما قام معاوية قال لابن عباسٍ: ليس لكم اسمه وكنيته، قد كنيته أبا محمدٍ، فجرت عليه.
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholib rohmatulloh alaihi bahwa ia tidak melihat Adbulloh bin Abbas pada waktu sholat Dzuhur, lalu ia berkata kepada para shohabatnya : “kenapa Abul ‘Abbas (kun-yah dari Ibnu ‘Abbas, pent) tidak hadir?” mereka menjawab : “telah dilahirkan untuknya seorang anak”, setelah ‘Ali selesai sholat, ia berkata : “ayo kita pergi mengunjunginya”, lalu ia mendatanginya dan memberi ucapan selamat (tahni’ah) dengan berkata : “Syakartal Wahib wa buurika laka fil mauhuub, ia engkau beri nama siapa?”, Ibnu Abbas berkata : “tidak boleh bagiku untuk menamainya sampai engkau yang menamainya!”, lalu ia memerintahkan (untuk mengeluarkan bayinya) lalu diserahkan kepada Ali, lalu Ali menerimanya dan mentahniknya serta mendo’akannya, lalu ia mengembalikannya kepada Ibnu Abbas, dan berkata : “Ambil ini wahai Abal Amlak, aku telah menamainya ‘Ali’ dan aku memberinya kun-yah Abul Hasan”, Mu’awiyah berdiri dan berkata kepada Ibnu Abbas: “jangan kalian yang memberi nama beserta kun-yah untuknya, aku telah memberinya kun-yah Abu Muhammad”, maka kun-yah tersebut berlaku bagi bayi tersebut.

Sebenarnya kami juga sudah menanyakan tentang atsar ini kepada asy-Syaikh ‘Ali Ridho, apakah ada sanadnya di kitab yang lain? tapi kelihatannya belum/tidak dijawab.
[3] Lihat Tarikh Dimasyq (59/276) oleh Ibnu Asakir, dengan sanad melalui jalan Kultsum bin Jausyan. Sanad dari jalur ini juga didho’ifkan oleh asy-Syaikh Yahya al-Hajuri dalam tahqiqnya terhadap kitab Wushulul Amani bi Ushul at-Tahani (Hal. 47), beliau berkata (kami nukil dari http://www.salafyoun.com/showthread.php?t=428):

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Kultsum bin Jausyan, ia berkata : datang seorang laki-laki kepada al-Hasan, dan telah dilahirkan untuknya seorang anak, lalu dikatakan kepadanya “yahnikal faris“, lalu al-Hasan berkata : “bagaimana seseorang tahu ia akan menjadi faris(penunggang kuda)?” mereka berkata : “bagaimana yang kami ucapkan wahai Aba Sa’id?” al-Hasan berkata : “engkau ucapkan : Buurika laka fil Mauhuub wa Syakartal Waahib wa Ruziqta Birrohu wa Balagho Asyuddahu.”
(Asy-Syaikh Yahya berkata) Atsar al-Hasan ini dho’if.

Penulis kitab (yakni as-Suyuthi, penulis kitab Wushulul Amani bi Ushul at-Tahani, pent) menisbatkannya kepada Ibnu Asakir dari jalan : Kultsum bin Jausyan, dan Ibnul Qoyyim menyebutkan dalam “Tuhfatul Maudud” dengan tanpa sanad, dan Kultsum bin Jausyan disebutkan biografinya dalam at-Tahdzib, Abu Dawud dan al-Azdi berkata : “Munkarul Hadits“, Ibnu Hibban berkata : “tidak halal berhujjah dengannya karena kondisi ini”, dan Abu Hatim berkata : “dho’if“. -selesai nukilan-

[4] Terdapat khilaf di antara para ‘ulama dalam jarh wa ta’dil terhadap Kultsum bin Jausyan. Dalam Tahdzibut Tahdzib (8/397) disebutkan -kami ringkas-:
# Abu Dawud berkata : “Munkarul Hadits“.
# Ibnu Hibban menyebutkannya dalam ats-Tsiqot, lalu ia mengulangi penyebutannya dalam kitab adh-Dhu’afa dengan berkata : “ia meriwayatkan riwayat-riwayat malzuqot(tapi dalam kitab al-Majruhin 2/230 oleh Ibnu Hibban disebutkan Maqlubat dan bukanmalzuqot, pent) dari para rowi tsiqoh dan meriwayatkan riwayat-riwayat maudhu’ dari para rowi yang tsabt, tidak halal berhujjah dengannya dengan kondisi ini.”
# Abu Hatim berkata : “Dho’iful Hadits“.
# Al-Azdi berkata : “Munkarul Hadits“.
# Yahya bin Ma’in berkata : “La ba’sa bihi“.
# Al-Bukhori mentsiqohkannya.

Sebagai kesimpulannya Ibnu Hajar berkata dalam at-Taqrib (1/462) : “Kultsum bin Jausyan ar-Roqqi dho’if dari thobaqot ke-7″. Yakni Kultsum bin Jausyan dari thobaqotkibar atba’ut tabi’in yang mengambil riwayat dari al-Hasan al-Bashri, dengan ini dipastikan al-Hasan dalam riwayat ini bukanlah al-Hasan bin Ali apalagi al-Husain.

Sementara asy-Syaikh al-Albani menghasankan riwayat Kultsum bin Jausyan setelah dulunya beliau sempat men-dho’ifkannya. Bacalah penjelasan beliau pada dalam as-Silsilah ash-Shohihah (7/1337-1338), Wallohu A’lam.
Mungkin asy-Syaikh Salim al-Hilali mengikuti tahsin (peng-hasan-an) asy-Syaikh al-Albani terhadap Kultsum bin Jausyan ini, sehingga beliau menshohihkan (?) riwayattahni’ah ini dalam Shohih al-Adzkar. Namun kami mendapatkan dalam forumhttp://sahab.net (dalam thread berjudul :بشــــــــــرى : لقد رزق الأخ أبو بثينة مولودة) seorang akh yang bernama Abu ‘Ali al-Atsari mengatakan bahwa asy-Syaikh Salim al-Hilali dalam kitabnya Shohih al-Adzkar wa Dho’ifuhu tidak menghukumi (yakni tidak menshohihkan dan tidak pula mendho’ifkan) atsar ini, dan akh tersebut juga mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada asy-Syaikh ‘Ali Hasan pada tahun 1996 tentang atsar ini, lalu asy-Syaikh menjawab : dho’ifWallohu A’lam, barangsiapa yang ingin mengecek kebenaran khobar ini silahkan merujuk ke kitab aslinya atau bertanya langsung kepada asy-Syaikhoin Ali bin Hasan dan Salim al-Hilali.

Akan tetapi seandainya riwayat Kultsum bin Jausyan adalah hasan atau shohih pun, riwayat tahni’ah tersebut hanya sampai kepada al-Hasan al-Bashri, dan tidak mauqufkepada al-Husain atau al-Hasan bin ‘Ali rodhiyallohu anhum, apalagi marfu’ kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Dan perkataan al-Hasan al-Bashri tidak bisa dijadikan dalil untuk men-sunnahkan lafadz tahni’ah ini.

Dan bisa jadi yang dilakukan al-Hasan al-Bashri ketika itu adalah untuk mengingkari lafadz tahni’ah yang kurang baik atau menyerupai adat jahiliyyah (sebegaimana lafadztahni’ah jahiliyyah yang dilarang oleh Rosululloh pada pernikahan : “birrofa’ wal banin” / “semoga sejahtera dan banyak anak“) dan memberikan contoh yang baik dalam bertahni’ah, bukan dalam rangka men-sunnah-kan lafadz tersebut. Wallohu A’lam.

[5] Kami nukilkan riwayatnya dari kitab ad-Du’a oleh ath-Thobaroni :
حدثنا يحيى بن عثمان بن صالح ، ثنا عمرو بن الربيع بن طارق ، ثنا السري بن يحيى ، أن رجلا ممن كان يجالس الحسن ولد له ابن فهنأه رجل فقال : ليهنك الفارس ، فقال الحسن : « وما يدريك أنه فارس لعله نجار ، لعله خياط » قال : فكيف أقول ؟ قال : « قل جعله الله مباركا عليك وعلى أمة محمد صلى الله عليه وسلم »
Haddatsana Yahya bin Utsman bin Sholeh, tsana ‘Amr bin ar-Robi’ bin Thoriq, tsanaas-Sarri bin Yahya: bahwa seseorang yang biasa bermajelis dengan al-Hasan dikaruniai kelahiran anak laki-laki, maka seseorang mengucapkan tahni’ahkepadanya dengan berkata : “liyahnikal faris“, maka al-Hasan berkata : “tahu darimana seseorang bahwa ia (akan menjadi) penunggang kuda (faris)? Mungkin saja ia (akan menjadi) penggembala atau penjahit”, orang itu berkata : “lalu bagaimana aku mengucapkan (tahni’ah)?” al-Hasan berkata : “ucapkanlah :ja’alahullohu mubarokan ‘alaika wa ‘ala ummati Muhammad shollallohu alaihi wa sallam.”
Al-Hasan dalam riwayat ini juga adalah al-Hasan al-Bashri (dari kalangan tabi’in) dan bukan al-Hasan bin ‘Ali (dari kalangan shohabat Nabi), karena as-Sarri bin Yahya adalah murid al-Hasan al-Bashri dari thobaqot ke-7 (kibar atba’ut tabi’in) dalam at-Taqrib, dan sudah jelas bahwa tabi’ut tabi’in tidak bertemu shohabat.

Dalam kitab ad-Du’a oleh ath-Thobaroni juga dibawakan riwayat dari Ayyub as-Sikhtiyani :
حدثنا محمد بن علي بن شعيب السمسار ، ثنا خالد بن خداش ، ثنا حماد بن زيد ، قال : كان أيوب إذا هنأ رجلا بمولود قال : «جعله الله مباركا عليك وعلى أمة محمد صلى الله عليه وسلم»
Haddatsana Muhammad bin ‘Ali bin Syu’aib as-Simsar, tsana Kholid bin Khoddasy,tsana Hammad bin Zaid, ia berkata : Ayyub (as-Sikhtiyani, pent) jika mengucapkantahni’ah kepada orang yang dikaruniai kelahiran anak, ia mengucapkan :ja’alahullohu mubarokan ‘alaika wa ‘ala ummati Muhammad shollallohu alaihi wa sallam.

Akan tetapi pada sanad ini terdapat Kholid bin Khoddasy yang diperbincangkan dan Muhammad bin ‘Ali bin Syu’aib as-Simsar yang mastur haal. Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam ash-Shohihah 4/63 tentang Muhammad bin ‘Ali bin Syu’aib as-Simsar : “al-Khotib (dalam Tarikh Baghdad, pent) juga membawakan biografinya (3/66) dengan riwayatnya dari sekelompok rowi, dan meriwayatkan darinya Isma’il al-Khuthobi (W. 290 H) dan tidak disebutkan padanya jarh ataupun ta’dil.” Wallohu A’lam.

Sebenarnya ada riwayat yang marfu’ sampai ke Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, yakni yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam Akhbar Ashbahan (7/106) dan riwayat yang sama juga terdapat dalam Tarikh Ashbahan(1/245):
حدثنا عبد الرحمن بن أحمد بن جعفر ثنا أبو بكر محمد بن حمدون بن خالد النيسابوري ثنا يعقوب بن إسحاق القلوسي ثنا الحسن بن عمرو ثنا القاسم بن مطيب عن منصور بن صفية عن أمه عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أتى بالمولود في الإسلام قال: ” اللهم اجعله تقياً رشيداً وأنبته في الإسلام نباتاً حسناً “
Haddatsana Abdurrohman bin Ahmad bin Ja’far, tsana Abu Bakar Muhammad bin Hamdun bin Kholid an-Naisaburi, tsana Ya’qub bin Ishaq al-Qolusi, tsana al-Hasan bin ‘Amr, tsana al-Qosim bin Muthoyyab, dari Manshur bin Shofiyyah, dari ibunya, dari Aisyah: bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam jika datang kepada bayi yang dilahirkan dalam Islam beliau berkata : “Allohumaj’alhu taqiyyan rosyiidan wa ambit-hu fil Islam nabaatan hasanan (Ya Alloh jadikanlah ia orang yang bertakwa lagi mendapat petunjuk, dan tumbuhkanlah ia dalam Islam dengan pertumbuhan yang baik).”

Tapi di dalam sanadnya terdapat al-Qosim bin Muthoyyab dan al-Hasan bin ‘Amr, keduanya dho’if.

Tentang al-Qosim bin Muthoyyab : Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam at-Taqrib(1/452): “fiihi layyin“. Ibnu Hibban berkata tentangnya dalam al-Majruhin (2/213): “ia salah (dalam meriwayatkan) dari orang yang meriwayatkan dikarenakan sedikitnya riwayatnya, maka ia berhak untuk ditinggalkan, sebagaimana yang demikian (kesalahannya, pent) banyak terjadi darinya”. Dalam al-Hafidz adz-Dzahabi dalamLisanul Mizan (7/340) berkata : “Yahya bin Ma’in mendho’ifkannya”.

Tentang al-Hasan bin ‘Amr bin Saif al-Bashri al-Abdi, yakni murid dari al-Qosim bin Muthoyyab : Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam at-Taqrib (1/163): “matruk“. Dinyatakan sebagai “kadzdzab” oleh Ali bin al-Madini dan al-Bukhori, dan Abu Hatim ar-Rozi mengatakan “matrukul hadits“, lihat Tahdzibut Tahdzib (2/269) & al-Jarh wat Ta’dil (3/26).

Maka riwayat ini dengan sanad ini minimalnya dho’if jiddanWallohu A’lam. Seandainyapun shohih, maka -yang dzohir- lafadz ini bukan tahni’ah tapi do’a untuk bayi tersebut, sedangkan tahni’ah di ucapkan kepada orang tua bayi tersebut.
Wal ‘ilmu ‘indallohi ta’ala. wallahu a'lam



Diposting ulang dari http://www.tholib.wordpress.com/ 

bisa baca juga disini :

dan diblog ana :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

free counters
free counters