Oleh: Ustadz Abu Ammar al-Ghoyami
Seorang istri yang merasa senang dan bangga melihat penampilan suaminya dengan busana serasi lagi sesuai dengan seleranya tentu akan bertambah senang pada suami. Ia juga makin rajin memilihkan dan memadukan busana yang seharusnya dikenakan oleh suaminya dengan harapan suaminya akan selalu tampil gagah, rapi, dan menarik dipandang mata, tidak saja dipandanginya sendiri tetapi ia akan juga bangga suaminya dinilai lebih oleh saudara serta kawan sejawatnya dalam berbusana.
Di saat yang lain, ada seorang suami yang ingin merias istrinya meski dengan kesederhanaan dan kesahajaan. Untuk hal tersebut ia pun hendak membuat kejutan buat istri yang ia sayangi. Ketika ada kesempatan ia pun memilih busana yang ia suka buat istrinya, ditambah beberapa aksesori seperlunya di sebuah toko busana. Harapannya, sang istri akan senang mendapat kejutan, sebagaimana ia juga berharap akan menikmati penampilan istri yang ia sayangi dengan keindahan busana yang telah ia pilih yang dipadukan dengan aksesori yang ia suka dikenakan istrinya.
Kedua keadaan tersebut di atas mungkin pernah terjadi pula pada kita atau mungkin juga pernah terjadi pada orang yang dekat dengan kita. Yang pasti, kalau kita tilik lebih saksama ternyata ia tidak selamanya membuahkan keuntungan, sebab ia bisa melanggengkan cinta kasih namun bisa juga ia hanya sebentuk dengan makna pepatah “bertepuk sebelah tangan”. Artinya ia hanya menguntungkan secara sepihak tetapi tidak menguntungkan bagi pihak yang lain.