♥ Bismillah...."Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)," Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) dg ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu. "(HR. Ath-Thabrani)

Minggu, 27 Februari 2011

♥TIPS Menghilangkan Malas♥

Disusun ulang oleh: Ummu Aufa
“Tugas kuliah masih menumpuk di meja, Menghafalkan surat, yah…… hanya dapat ayat pertama saja sudah bosen, mau membaca tetapi mengantuk akhirnya buku-buku kajian beralih fungsi menjadi bantal, kasur empuk selalu menyapaku di malam hari, hmm… apa yang bisa diperbuat agar malas jauh dari diriku?! Akankah hidup yang bagaikan musafir ini disia-siakan begitu saja? Tidak… tidak boleh hal itu terjadi padaku, aku harus bisa memusuhi 5 huruf itu yaitu MALAS.”
Malas bisa kita hindari ketika ia datang menyerang kemauan dan semangat kita, di bawah ini ada beberapa tips

♥ Ucapan “Shadaqallahul ‘Azhim” setelah membaca Al Quran? ♥

Bacaan “shadaqallahul ‘azhim” setelah membaca Al Qur’an merupakan perkara yang tidak asing bagi kita tetapisebenarnya tidak ada tuntunannya, termasuk amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallamdan para sahabatnya, bahkan menyelisihi amalan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk berhenti dari membaca Al Qur’an dengan kata “hasbuk”(cukup), dan Ibnu Mas’ud tidak membaca shadaqallahul’adzim.
Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan:
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam telah berkata kepadaku, “Bacakan kepadaku (Al Qur’an)!” Aku menjawab, “Aku bacakan (Al Qur’an) kepadamu? Padahal Al Qur’an sendiri diturunkan kepadamu.” Maka Beliau menjawab, “Ya”. Lalu aku membacakan surat An Nisaa’ sampai pada ayat 41. Lalu beliau berkata, “Cukup, cukup.” Lalu aku melihat beliau, ternyata kedua matanya meneteskan air mata.

♥ Hukum Membaca Al Quran Tanpa Berwudhu ♥


Pertanyaan:
Apakah hukum orang yang membaca al-Qur’an sementara dia dalam kondisi tidak berwudhu, baik dibaca secara hafalan maupun dibaca dari mushaf?...
Jawaban oleh Syaikh Shalih al-Fauzan :
Seseorang boleh membaca al-Qur’an tanpa wudhu bila bacaannya secara hafalan sebab tidak ada yang mencegah Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam membaca al-Qur’an selain kondisi junub. Beliau pernah membaca al-Qur’an dalam kondisi berwudhu dan tidak berwudhu...

♥ Luangkan Waktumu untuk Membaca Al-Qur’an! ♥


Penulis: Ummu Yusuf Wikayatu Diny
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
Saudariku…
Jangan karena kesibukan dan banyaknya kegiatan menjadikan kita lupa untuk membaca dan mentadaburi al-Qur’an. Sesungguhnya ketenangan dan ketentraman dapat diperoleh dari Al-Qur’an.
Hal ini berdasarkan firman Alloh, “Ingatlah hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tentram.” (Qs. ar-Ra’d: 28)...

♥ Mengeluh dan Merasa Sempit dengan Kehidupan? ♥


Sebagian istri ada yang mengeluhkan kehidupannya dan tidak bisa menerima penghasilan suaminya. Ia ingin hidup seperti Fulanah atau seperti salah seorang karib keluarganya.
Engkau lupa bahwa Allah tidaklah menciptakan manusia sama rata. Allah menciptakan orang kulit putih dan orang kulit hitam, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah.
Agar engkau dapat menenangkan dirimu hendaklah camkan hadits berikut ini..

Rabu, 23 Februari 2011

♥ Agar Dikaruniai Keteguhan Hati ♥

Oleh: Ustadz Mukhlis Abu Dzar Hafizhahullah


يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
Wahai Robb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.
[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]

Makna Kalimat
Muqollibal quluub artinya, Maha membolak-balikkan hati hamba dari keimanan menjadi kekufuran, atua sebaliknya. [Fathul Bari 18/468]

Sumber Do’a
Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah, bahwa Aisyah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering berdoa dengan mengucapkan: “Wahai Robb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.” Aisyah berkata: “Maka aku pun bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau sering berdo’a dengan doa itu? Apakah yang engkau khwatirkan?”

♥ Hadirnya Wanita Di Masjid Dan Keutamaan Wanita Shalat Di Rumahnya ♥

Para wanita boleh pergi ke masjid dan ikut
melaksanakan shalat berjama’ah dengan syarat
menghindarkan diri dari hal-hal yang
membangkitkan syahwat dan menim-bulkan fitnah, seperti
mengenakan perhiasan dan menggu-nakan wangi-wangian.


Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan
hendaklah mereka keluar dengan tidak me-makai wangi-wangian.”
(HR. Ahmad dan Abu Daud, hadits shahih)

♥ Meluruskan Hukum Rebounding ♥

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Di tangan-Nya lah hidayah dan petunjuk. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Beberapa waktu yang lalu kita disuguhkan dengan berita dari media mengenai permasalahan rebounding. Suatu saat seorang wanita menanyakan kepada ayahnya mengenai hukum rebounding. Ayahnya pun yang sudah masyhur sebagai ulama di negeri ini mengiyakan bolehnya rebounding. Namun, bagaimana hukum rebounding sebenarnya? Semoga bermanfaat pembahasan ringkas berikut ini....

♥ Indahnya Cinta Karena Allah ♥

بسم الله الرحمن الرحيم
Penulis: Ummul Hasan
Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
“Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”

Secara nalar pecinta dunia, bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?...

♥ Mataku Tidak Bisa Terpejam Hingga Engkau Ridho ♥

Diriwayatkan dari Anas bin Malik rahdiyallahu ‘anhu dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam jannah?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullah!” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawan:
“Wanita yang penyayang lagi subur, apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak bisa terpejam hinga engkau ridha.” (HR At Thabrani)
Makna: laa aktahilu bi ghamd yaitu mataku tidak akan bisa terpejam untuk tidur.
Wahai para istri yang bijaksana, cobalah sesekali obat penawar yang pahit ini untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dengan suamimu. Sungguh cara ini telah dicoba oleh seorang istri terhadap suaminya. Ia terlibat perselisihan dengan suaminya, perselisihan itu semakin lama semakin tajam hingga keduanya mengira bahwa penyelesaiannya hanyalah bercerai. Lalu ia mendatangi kamar suaminya dan berkata: “Duhai fulan, ulurkanlah tanganmu biar kubelai, sungguh aku tidak bisa tidur.”
Tiba-tiba saja…
Suaminya berdiri tanpa mengucapkan sepatah katapun, lalu meraih dan mencium tangan istrinya sambil meminta maaf. Keduanya menangis bersama dan hilanglah segala perselisihan seiring dengan deraian air mata…
Apa beratnya melakukan hal semacam ini…?
Akan tetapi…keangkuhan palsu dan kedurhakaan yang dibenci menghalanginya..
Kehormatanku… Keangkuhanku…
Kata-kata setan ini dihembuskan ke dalam hati suami istri ketika muncul masalah diantara keduanya. Kata-kata yang menipu ini merupakan usaha setan untuk mencari pembenaran atas kesalahan masing-masing pihak.
Kehormatan dan keangkuhan apakah yang harus dipertahankan antara sepasang suami istri? Sesungguhnya kehormatan mereka satu. Permohonan maafmu (kepada suami) tidak akan mengurangi kehormatanmu. Bahkan akan menambah kehormatanmu dan cintamu di sisi suamimu. Bahkan permintaan maafmu tersebut –walaupun sebenarnya engkau tidak bersalah- akan membuat suamimu malu terhadap dirinya sendiri. Dan akan membuatnya sadar dan mengoreksi diri.
Janganlah engkau pergi tidur sementara suamimu dalam keadaan marah terhadapmu sebab malaikat-malaikat akan melaknat dirimu
Dikutip dari buku Agar Suami Cemburu Padamu (Klik untuk lihat bukunya)
Dr Najla’ As Sayyid Nayil
Pustaka At Tibyan
Sumber Toko Muslim
Buku Agar Suami Cemburu Padamu

♥ Seribu Satu Cara Harus di Miliki Seorang Ibu ♥


Sangat dimungkinkan untuk menciptakan sarana-sarana baru untuk memotivasi anak dalam menghafal quran. Berikut ini sebagai contoh dari hal itu:
Pada suatu hari, di saat pertemuan saya dengan salah satu kerabat, saya menyaksikan seorang ayah sedang mengajari anak perempuannya yang berusia 3 tahun beberapa ayat Al qur'an. Saking semangatnya sang ayah agar anak perempuannya tersebut mau menghafal satu surat yang ia kehendaki dalah waktu yang dikehendaki ayahnya, ayah tersebut memukulnya dengan keras.
Kejadian itu berawal ketika anaknya berucap, “Aku tidak mau.” Maka sang ayah, dikarenakan semangatnya agar anaknya tersebut mau menghafal quran, dia memukulnya dengan pukulan yang keras. Sedangkan anaknya selalu membandel dan semakin tambah membandelnya, serta menangis. Sang ayah pun terus-menerus memukulnya dengan sia-sia. Kejadian itu pun berakhir dengan sia-sia, karena sang anak benar-benar tidak mau menghafal. Akhirnya sang ayah meninggalkan anak tanpa mendapat hasil apa-apa, selain mengendapkan beberapa sikap negatif yang ada pada diri anak terhadap sang ayah dan terhadap Al Quran.
Namun, apa solusinya? Apakah kita meninggalkan anak tanpa mau menghafal sekalipun kualitas kecerdasannya baik? Pasti tidak. Tapi, bagi seorang murabbi, hendaknya ia berusaha menciptakan cara-cara yang baru dan sarana-sarana yang sesuai dalam memotivasi anak untuk menghafal atau mencintainya.
Untuk itu, saya melakukan beberapa pendekatan terhadap anak tersebut. Pertama-tama, saya memberikan tentang urgensi Al Quran bagi kita dan bagaimana kita bisa mencintai apa yang kita hafalkan. Juga, apa manfaat secara materi atau maknawi yang akan didapat oleh orang yang menghafal Al Quran.
Sehari kemudian, saya bermain-main bersama anak tersebut, karena saya dapati ia senang bermain dengan menghitung jari-jemari tangannya. Saya mulai menghitung jari jemari kedua tangan saya bersamanya. Kemudian saya ubah ucapan dengan mengulang-ngulang huruf-huruf hijaiyah pada jari-jemari tangannya.
Ketika anak tersebut mulai menikmati permainan ini, saya mengulangi ayat-ayat yang telah dia tolak untuk menghafalnya ketika ia bersama ayahnya dahulu, namun menggunakan isyarat untuk per ayatnya dengan satu jari-jemari tangan.
Lalu anak tersebut mulai mengulang ayat-ayat dan mulai menikmati cara seperti ini. Saat hendak mengucapkan sebagian ayat Al Quran, ia senang menunjuk jari-jemari orang yang ada di depannya.
Demikianlah, saya mengubah praktik hafalan anak terhadap Al Quran menjadi suasana yang menyenangkan.
Jadi, sangat mungkin untuk memakai sarana seperti ini atau sarana inovatif lainnya, hingga anak pada fase ini dapat merasakan bahwa Al Qur'an adalah sumber kebahagiaan dan kegembiraan, bukan sumber pemukulan dan penderitaan.
***
Dikutip dari buku Mendidik Anak Cinta Al Qur'an
Karya DR. Sa’ad Riyadh
Penerbit Insan Kamil
mendidik anak cinta al quran
(bukunya bagus, saya suka)
Ketika membaca ini, saya pun teringat sebuah kisah ketika saya mengajar tk.
Waktu itu tk baru dibuka, dan hanya ada saya yang mengajar. Sebelum kbm, ada program semacam “pesantern kilat” untuk anak-anak usia tk. Suatu hari hanya ada saya dan Hasan, santri kecil.
Kami bermain. Saya membuka lima jari saya, Hasan melipat satu jari saya. Ketika Hasan hendak melipat, saya pun menggodanya dengan menggeser tangan saya sehingga sulit untuk menangkap jari yang mau dilipat atau kadang2 ketika dia hendak melipat, saya menahannya kencang-kencang sehingga sulit baginya untuk melipat jari saya. Diapun menikmati permainan ini.
Saya ajarkan sepenggal hafalan, sekali mengulang Hasan mendapat “hadiah” untuk melipat jari saya. Pada awalnya, berapa kali Hasan mengulang penggalan hafalan bersama saya, kemudian berapa kali dia mengulangnya sendiri (tanpa saya). Setelah beberapa kali mengulang, saya tambahkan penggalan hafalan berikutnya. Dia mengulang terus sambil mendapatkan “hadiah” melipat jari saya.
Hasan pun asik “bermain” dan tanpa dia sadari dia sudah hafal beberapa ayat. Saya lupa persisnya saat itu sedang menghafalkan apa tapi saya ingat kejadian itu. Sebaliknya Hasan,mungkin dia lupa dengan kejadian itu, tapi saya yakin dia masih mengingat ayat yang kami hafalkan waktu itu. Terakhir mendengar kabarnya, dia sudah menghafalkan 13 juz Al Quran. Sebuah motifvasi bagi saya, untuk mengajarkan Al Quran pada anak-anak saya sendiri. Semoga Allah menjadikan anak-anak saya, Hasan dan anak-anak kaum muslimin anak shalih yang tumbuh dalam ketaatan.. yang berhak mendapatkan naungan dari Allah pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya.
Seorang ibu memang harus kreatif, karena dia adalah seorang PENDIDIKSeorang pendidik harus mempunyai seribu satu cara untuk mengajarkan pada anak-anak mereka (dalam pembahasan ini, mengajarkan al Quran). Cara satu kurang berhasil, coba cara dua. Begitu seterusnya…. memutar otak mencari cara dengan bergantung hatinya kepada Allah.
Tidak ada alasan untuk mengatakan “Tapi…saya bukan orang yang punya bakat kreatif.” Kreatif bukan hanya masalah bakat. Anda bisa melakukan banyak hal untuk menambah wawasan. Anda bisa membaca buku, Anda bisa mencari komunitas ibu-ibu untuk berbagi pengalaman, Anda bisa berbagi dengan ustadzah-ustadzah nya anak-anak, dan masih banyak yang lain.
Seperti sifat manusia. Sabar itu bisa jadi memang sudah bawaan sifatnya sabar, tapi bisa juga diperoleh dengan berpayah-payah berusaha sabar sehingga akhirnya sabar itu melekat dan menjadi sifatnya..
–uus–
Sumber Toko Muslim.com

♥ Wanita yang Aduannya Didengar Allah dari Langit Ketujuh ♥

Penyusun: Ummu Sufyan
Beliau adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa’labah Ghanam bin Auf. Suaminya adalah saudara dari Ubadah bin Shamit, yaitu Aus bin Shamit bin Qais. Aus bin Shamit bin Qais termasuk sahabat Rasulullah yang selalu mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peperangan, termasuk perang Badar dan perang Uhud. Anak mereka bernama Rabi’.
Suatu hari, Khaulah binti Tsa’labah mendapati suaminya sedang menghadapi suatu masalah. Masalah tersebut kemudian memicu kemarahannya terhadap Khaulah, sehingga dari mulut Aus terucap perkataan, “Bagiku, engkau ini seperti punggung ibuku.” Kemudian Aus keluar dan duduk-duduk bersama orang-orang. Beberapa lama kemudian Aus masuk rumah dan ‘menginginkan’ Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah islam (yaitu dhihaar). Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”
Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta fatwa dan berdialog tentang peristiwa tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan dengan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.” Sesudah itu Khaulah senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu tentang peristiwa yang menimpa diriku.” Tiada henti-hentinya wanita ini ini berdo’a hingga suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sadar, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an tentang dirimu dan suamimu.” kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat…..” sampai firman Allah: “Dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.” (QS. Al-Mujadalah:1-4)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarah dhihaar, yaitu memerdekakan budak, jika tidak mampu memerdekakan budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut atau jika masih tidak mampu berpuasa maka memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin.
Inilah wanita mukminah yang dididik oleh islam, wanita yang telah menghentikan khalifah Umar bin Khaththab saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka saya akan mengerjakan shalat kemudian kembali untuk mendengarkannya hingga selesai keperluannya.”
Alangkah bagusnya akhlaq Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan hanya kepada Allah Ta’ala. Beliau berdo’a tak henti-hentinya dengan penuh harap, penuh dengan kesedihan dan kesusahan serta penyesalan yang mendalam. Sehingga do’anya didengar Allah dari langit ketujuh.
Allah berfirman yang artinya, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada–Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min: 60)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Rabb kalian Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi itu Maha Malu lagi Maha Mulia, Dia malu terhadap hamba-Nya jika hamba-Nya mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hikmah
Tidak setiap do’a langsung dikabulkan oleh Allah. Ada faktor-faktor yang menyebabkan do’a dikabulkan serta adab-adab dalam berdo’a, diantaranya:
  1. Ikhlash karena Allah semata adalah syarat yang paling utama dan pertama, sebagaimana firman Allah yang artinya, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al-Mu’min: 14)
  2. Mengawali do’a dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, diikuti dengan bacaan shalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diakhiri dengan shalawat lalu tahmid.
  3. Bersungguh-sungguh dalam memanjatkan do’a serta yakin akan dikabulkan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khaulah binti Tsa’labah radhiyallahu ‘anha.
  4. Mendesak dengan penuh kerendahan dalam berdo’a, tidak terburu-buru serta khusyu’ dalam berdo’a.
  5. Tidak boleh berdo’a dan memohon sesuatu kecuali hanya kepada Allah semata.
  6. Serta hal-hal lain yang sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain hal-hal di atas, agar do’a kita terkabul maka hendaknya kita perhatikan waktu, keadaan, dan tempat ketika kita berdo’a. Disyari’atkan untuk berdo’a pada waktu, keadaan dan tempat yang mustajab untuk berdo’a. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang penting bagi terkabulnya do’a. Diantara waktu-waktu yang mustajab tersebut adalah:
  1. Malam Lailatul qadar.
  2. Pertengahan malam terakhir, ketika tinggal sepertiga malam yang akhir.
  3. Akhir setiap shalat wajib sebelum salam.
  4. Waktu di antara adzan dan iqomah.
  5. Pada saat turun hujan.
  6. Serta waktu, keadaan, dan tempat lainnya yang telah diberitakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah memberikan kita taufiq agar kita semakin bersemangat dan memperbanyak do’a kepada Allah atas segala hajat dan masalah kita. Saudariku, jangan sekali pun kita berdo’a kepada selain-Nya karena tiada Dzat yang berhak untuk diibadahi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah kita berputus asa ketika do’a kita belum dikabulkan oleh Allah. Wallahu Ta’ala a’lam.
Maraji’:
  1. Wanita-wanita Teladan di Masa Rasulullah (Pustaka At-Tibyan)
  2. Do’a dan Wirid (Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz – Pustaka Imam Syafi’i)
***
Artikel www.muslimah.or.id

♥ Tips Membiasakan Anak Memakai Jilbab ♥


Berikut beberapa tips yang bisa digunakan agar balita Anda berkenan memakai jilbab dan menikmatinya:
  1. Jangan biasakan anak untuk tidak berpakaian atau berpakaian seadanya, bahkan sejak masig bayi, hanya karena alas an panas. Hal itu bisa kita siasati dengan sering mengganti pakaian atau popoknya.
  2. Pada awalnya, biasakan anak yang berusia dibawah empat bulan mengenakan topi ketika keluar Rumah, walaupun hanya berjalan-jalan di depan Rumah.
  3. Setelah ia berusia empat bulan, mulailah mencoba untuk memakaikan kerudung kecil padanya.
  4. Pilihlah kerudung yang nyaman dipakai, seperti menggunakan kerudung dari bahan kaos atau yang menyerap keringat, sehingga dapat mengurangi gatal da panas saat beraktivitas.
  5. Pilihlah kerudung dengan warna yang menarik dan motif yang indah. Pilihkan jilbab yang modelnya lucu dan pakaian dengan warna favorit anak, sehingga ia suka memakainya. Pastikan pakaian itu menutup aurat dan tidak mengurangi ruang geraknya.
  6. Sediakan kerudung dengan jumlah yan tidak terlalu sedikit, sehingga dapat memberi kesempatan kepada anak untuk memilih kerudung yang hendak dipakainya.
  7. Biasakan memakai kerudung ketika keluar rumah.
  8. Beritahu anak mana pakaian yang pantas atau cocok untuk di dalam umah, dan mana pakaian yang bisa dipakai untuk keluar Rumah. Misalnya anak boleh mengenakan pakaian tanpa lengan da tidak berjilbab apabila di dalam rumah saja.
  9. Pujilah anak ketika mengenakan kerudung agar hatinya merasa senang. Orang tua bisa memujinya dengan pujian yang sederhana, seperti, “Duh, pinternya anakku kalau pakai jilbab! Masyaallah.. ”
  10. Bila anak sudah mampu berbicara dengan baik, terangkan kepadanya tentan perintah berjilbab dan keutamaannya.
  11. Bila anak akan memasuki usia baligh, terangkanlah tentang jilbab dalam pandangan syar’i, dan ajaklah untuk menyesuaikan pakaian yang dikenakannya sesuai dengan kaidah syar’i
***
Disalin dengan sedikit pengeditan dari:
Mendidik Balita Mengenal Agama
Asadullah Al Faruq
Kiswah Media

♥ Kisah Mahar Paling Mulia ♥

Penyusun: Ummu Ishaq
Sejarah telah berbicara tentang berbagai kisah yang bisa kita jadikan pelajaran dalam menapaki kehidupan. Sejarah pun mencatat perjalanan hidup para wanita muslimah yang teguh dan setia di atas keislamannya. Mereka adalah wanita yang kisahnya terukir di hati orang-orang beriman yang keterikatan hati mereka kepada Islam lebih kuat daripada keterikatan hatinya terhadap kenikmatan dunia. Salah satu diantara mereka adalah Rumaisha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Najar Al-Anshariyah Al-Khazrajiyah. Beliau dikenal dengan nama Ummu Sulaim.
Siapakah Ummu Sulaim ?
Ummu Sulaim adalah ibunda Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal keilmuannya dalam masalah agama. Selain itu, Ummu Sulaim adalah salah seorang wanita muslimah yang dikabarkan masuk surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam dari kalangan Anshar yang telah teruji keimanannya dan konsistensinya di dalam Islam. Kemarahan suaminya yang masih kafir tidak menjadikannya gentar dalam mempertahankan aqidahnya. Keteguhannya di atas kebenaran menghasilkan kepergian suaminya dari sisinya. Namun, kesendiriannya mempertahankan keimanan bersama seorang putranya justru berbuah kesabaran sehingga keduanya menjadi bahan pembicaraan orang yang takjub dan bangga dengan ketabahannya.
Dan, apakah kalian tahu wahai saudariku???
Kesabaran dan ketabahan Ummu Sulaim telah menyemikan perasaan cinta di hati Abu Thalhah yang saat itu masih kafir. Abu Thalhah memberanikan diri untuk melamar beliau dengan tawaran mahar yang tinggi. Namun, Ummu Sulaim menyatakan ketidaktertarikannya terhadap gemerlapnya pesona dunia yang ditawarkan kehadapannya. Di dalam sebuah riwayat yang sanadnya shahih dan memiliki banyak jalan, terdapat pernyataan beliau bahwa ketika itu beliau berkata, “Demi Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta selain dari itu.” (HR. An-Nasa’i VI/114, Al Ishabah VIII/243 dan Al-Hilyah II/59 dan 60). Akhirnya menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah dengan mahar yang teramat mulia, yaitu Islam.
Kisah ini menjadi pelajaran bahwa mahar sebagai pemberian yang diberikan kepada istri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan tidak selalu identik dengan uang, emas, atau segala sesuatu yang bersifat keduniaan. Namun, mahar bisa berupa apapun yang bernilai dan diridhai istri selama bukan perkara yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesuatu yang perlu kalian tahu wahai saudariku, berdasarkan hadits dari Anas yang diriwayatkan oleh Tsabit bahwa Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda, “Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang kita untuk bermahal-mahal dalam mahar, diantaranya dalam sabda beliau adalah: “Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” (HR. Ahmad) dan “Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (HR. Abu Dawud)
Demikianlah saudariku muslimah…
Semoga kisah ini menjadi sesuatu yang berarti dalam kehidupan kita dan menjadi jalan untuk meluruskan pandangan kita yang mungkin keliru dalam memaknai mahar. Selain itu, semoga kisah ini menjadi salah satu motivator kita untuk lebih konsisten dengan keislaman kita. Wallahu Waliyyuttaufiq.
Maraji:
  1. Panduan Lengkap Nikah dari “A” sampai “Z” (Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq),
  2. Wanita-wanita Teladan Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi)
***

♥ Hukum Wanita Mengeriting Rambut ♥

Pertanyaan:
Bagaimana hukumwanita mengeriting rambut? Padahal mengeriting adalah membuat lurus tergerai menjadi kusut tidak teratur. Ada yang mengeriting rambut untuk waktu yang tidak lama. Tetapi ada juga sebagian wanita pergi ke salon untuk menambahkan beberapa cairan ke rambut mereka hingga rambut mereka menjadi keriting dalam waktu enam bulan. Bagaiman pendapat Syaikh?
Jawaban Syaikh Shalih al-Fauzan:
Mengeriting rambut bagi wanita hukumnya mubah, selama tidak menyerupai wanita-wanita kafir, juga tidak untuk dipamerkan kepada pria yang bukan mahramnya. Selain itu, orang yang mengeriting rambut hendaklah wanita dari kerabat  dekatnya, baik dikeriting untuk waktu yang singkat ataupun untuk waktu yang lama, baik menggunakan bahan-bahan yang mubah lainnya.
Catatan yang perlu diperhatikan, tidak boleh bagi wanita pergi ke salon-salon untuk melakukan itu semua, karena seorang wanita yang keluar dari rumahnya menimbulkan fitnah (godaan bagi pria) dan dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab wanita-wanita yang bekerja di salon bukanlah tipe wanita yang berpegang teguh terhadap agama. Terlebih lagi jika pegawai salon itu seorang lelaki, karena diharamkan bagi wanita yang menampakkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan mahramnya.
***
Artikel muslimah.or.id
Sumber:
Fatwa Perhiasan Wanita, Abi Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud (Hal 149-150)
Murajaah: Ust Muhammad Abduh Tausikal

♥ Wanita Sebagai Ujian ♥

Dari Usamah bin Zaid, Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam bersabda:“Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki selain daripada godaan wanita.”
Perlu kita ketahui ukhty, fakta yang terjadi memang benar bahwa banyak sekali kerusakan yang telah timbul karena wanita yang tidak mengenali kemuliaan, kehormatan dan kesucian dirinya, sehingga menjadi wanita yang tidak bermartabat bahkan “murahan.”
Banyak kita temui para wanita yang menjajakan harga diri dan kesucian di jalan-jalan tanpa ada perasaan risih dan mereka menanggalkan rasa malunya, Mereka mengumbar nafsu para lelaki, padahal telah kita ketahui bahwa laki-laki itu sangat mudah tergoda (terfitnah) apalagi oleh perempuan yang berpakaian seksi, sehingga banyak timbul kejahatan karenanya, misalnya pemerkosaan, permusuhan, pembunuhan, bahkan sangat mungkin menyebabkan perbuatan syirik, seperti slogan yang ada “cinta ditolak, dukun bertindak.”
Fitnah lain yang mungkin ditimbulkan oleh wanita adalah fitnah harta dan kekuasaan. Wanita banyak yang tertipu dengan indahnya kehidupan dunia, suka bermewah-mewahan dan berfoya-foya. Lalu mereka mempengaruhi suami-suami mereka agar melakukan perbuatan haram untuk memenuhi nafsu dunianya, hingga banyak terjadi pencuriaan, perampokan, dan korupsi, karena laki-laki itu tidak ingin ditinggalkan wanita yang terlanjur dicintainya.
Wahai saudariku, mintalah pertolongan kepada Allah, agar kita tidak menjadi wanita penebar fitnah. Jadilah wanita mulia yang dapat mencetak generasi sholih untuk kejayaan agama islam, dan untuk keselamatanmu di akhirat kelak. Dengan apakah kita melakukannya wahai saudariku? Yaitu dengan mempelajari diinul islam yang haq, sesuai Al-Qur’an, As-Sunnah, dan pemahaman salafussholih, mengenai bagaimana beraqidah, bermanhaj, berakhlak, bermuamalah, berhijab/berpakaian syar’i, dan lain-lain dari seluruh aspek kehidupan kita.
Yang terakhir, perlu kita ketahui bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi muslim & muslimah. Jadi, berdosalah bagi seseorang yang diberi kemampuan namun tidak mau menuntut ilmu. Semoga Alloh Ta’ala memberikan taufik bagi kita. Aamiin.
***
Artikel www.muslimah.or.id

♥ Apa Maksud Hadits, “Wanita Kurang Akal dan Agamanya”? ♥

Pertanyaan: Kita selalu mendengar hadits yang berbunyi,“Wanita itu kurang akalnya dan kurang agamanya.” Hadits ini diutarakan kaum lelaki kepada wanita untuk merendahkannya. Kami mohon penjelasan arti hadits tersebut..
Jawaban:
Arti hadits:
“Aku tidak melihat wanita yang kurang akalnya dan agamanya yang dapat menghilangkan kemauan keras lelaki yang tegas daripada seorang diantara kamu”
Para wanita shahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan kekurangan agama kami dan akal kami, ya Rasulullah?”
Jawab beliau, “Bukankah kesaksian seorang wanita itu setengah kesaksian seorang laki laki’? Mereka menjawab, “Ya”.
Beliau bersabda, “Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah apabila haid , wanita tidak melakukan shalat dan juga tidak berpuasa?” Mereka menjawab: “Ya.”
Rasululllah bersabda, “Itulah yang dimaksud kekurangan agamanya.”
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam menjelaskan bahwa kekurangan akal wanita itu dilihat dari sudut ingatan yang lemah, maka dari itu kesaksiannya harus dikuatkan oleh kesaksian seorang wanita yang lain untuk menguatkannya, karena boleh jadi ia lupa, lalu memberikan kesaksian lebih dari yang sebenarnya atau kurang darinya, sebagaimana firman Allah,
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang orang lelaki diantaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang wanita dari saksi saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya.”(Qs. Al-Baqarah: 282)
Adapun kekurangan agamanya adalah karena di dalam masa haid dan nifas ia meninggalkan shalat dan puasa dan tidak mengqadha (mengganti) shalat yang ditinggalkannya selama haid atau nifas. Inilah yang dimaksud kekurangan agamanya. Akan tetapi kekurangan ini tidak menjadikannya berdosa, karena kekurangan tersebut terjadi berdasarkan aturan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dia-lah yang memberikan ketetapan hukum seperti itu sebagai wujud belas kasih kepada mereka dan untuk memberikan kemudahan kepada mereka. Sebab, jika wanita harus puasa di saat haid dan nifas, maka hal itu akan membahayakannya. Maka karena rahmat Allah atas mereka, Dia tetapkan agar mereka meninggalkan puasa di saat haidh dan nifas, kemudian mengqadhanya bila telah suci.
Sedangkan tentang shalat, di saat haid akan selalu ada hal yang menghalangi kesucian. Maka dengan rahmat dan belas kasih Allah subhanahu wa ta’ala Dia menetapkan bagi wanita yang sedang haidh agar tidak mengerjakan shalat dan demikian pula di saat nifas, Allah juga menetapkan bahwa ia tidak perlu pengqadhanya sebab akan menimbulkan kesulitan berat karena shalat berulang-ulang dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, sedangkan haidh kadang-kadang sampai beberapa hari — sampai tujuh–delapan hari bahkan kadang kadang lebih– sedangkan nifas, kadang kadang mencapai 40 hari.
Adalah rahmat dan karunia Allah kepada wanita, Dia menggugurkan kewajiban shalat dan qadhanya dari mereka. Hal itu tidak berarti bahwa wanita kurang akalnya dalam segala sesuatu atau kurang agamanya dalam segala hal! Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah menjelaskan bahwa kurang akal wanita itu dilihat dari sudut kelemahan ingatan dalam kesaksian; dan sesungguhnya kurang agamanya itu dilihat dari sudut meninggalkan shalat dan puasa di saat haid dan nifas. Dan inipun tidak berarti bahwa kaum lelaki lebih utama (lebih baik) daripada kaum wanita dalam segala hal. Memang, secara umum jenis laki laki itu lebih utama daripada jenis wanita karena banyak sebab, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Kaum laki laki itu adalah pemimpin pemimpin bagi kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki laki) atas sebagian yang lain (waniat) dan karena mereka (laki laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
 (Qs.An Nisa’: 34)
Akan tetapi adakalanya perempuan lebih unggul daripada laki laki dalam banyak hal. Betapa banyak perempuan yang lebih unggul akal (kecerdasannya), agama dan kekuatan ingatannya daripada kebanyakan laki laki. Sesungguhnya yang diberitakan oleh Nabishallallahu ‘alayhi wasallam d iatas adalah bahwasanya secara umum kaum perempuan itu di bawah kaum lelaki dalam hal kecerdasan akan dan agamanya dari dua sudut pandang yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam tersebut.
Kadang ada perempuan yang amal shalihnya amat banyak sekali mengalahkan kebanyakan kaum laki laki dalam beramal shalih dan bertaqwa kepada Allahu Subhanahu wa Ta’ala serta kedudukannya di akhirat dan kadang dalam masalah tertentu perempuan itu mempunyai perhatian yang lebih sehingga ia dapat menghafal dan mengingat dengan baik melebihi kaum laki laki dalam banyak masalah yang berkaitan dengan dia (perempuan). Ia bersungguh sungguh dalam menghafal dan memperbaiki hafalannya sehingga ia menjadi rujukan (referensi) dalam sejarah Islam dan dalam banyak masalah lainnya.
Hal seperti ini sudah sangat jelas sekali bagi orang yang memperhatikan kondisi dan perihal kaum perempuan di zaman Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dan zaman sesudahnya. Dari sini dapat diketahui bahwa kekurangan tersebut tidak menjadi penghalang bagi kita untuk menjadikan perempuan sebagai sandaran di dalam periwayatan, demikian pula dalam kesaksian apabila dilengkapi dengan satu saksi perempuan lainnya; juga tidak menghalangi ketaqwaannya kepada Allah dan untuk menjadi perempuan yang tergolong dalam hamba Allah yang terbaik jika ia istiqomah dalam beragama, sekalipun di waktu haid dan nifas pelaksanaan puasa menjadi gugur darinya (dengan harus mengqadha), dan shalat menjadi gugur tanpa harus mengqadha.
Semua itu tidak berarti kekurangan perempuan dalam segala hal dari sisi ketaqwaannya kepada Allah, dari sisi pengamalannya terhadap perintah perintahNya dan dari sisi kekuatan hafalannya dalam masalah masalah yang berkaitan dengan dia. Kekurangan hanya terletak pada akal dan agama seperti dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam. Maka tidak sepantasnya seorang lelaki beriman menganggap perempuan mempunyai kekurangan dalam segala sesuatu dan lemah agamanya dalam segala hal.
Kekurangan yang ada hanyalah kekurangan tertentu pada agamanya dan kekurangan khusus pada akalnya, yaitu yang berkaitan dengan validitas kesaksian. Maka hendaknya setiap muslim merlaku adil dan objektif serta menginterpretasikan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, sebaik-baik interpretasi. Wallahu ‘alam…
Fatwa Syaikh Ibn Baaz: Majalah Al Buhuts, edisi 9 hal. 100.
Sumber: Fatwa-Fatwa terkini Jilid 1 Bab Pernikahan
***
Artikel muslimah.or.id

free counters
free counters